Kompas

Jawa Pos

Media Indonesia

Koran Tempo

Republika



Gatra

Femina

Matabaca

Noor

Annida





Sabtu, 26 Januari 2008
TELAH KUTANDAI KELAHIRAN KITA
: buat iyut fitra


tibatiba malam menyungkupku dengan
riak dingin katakatamu
tak kumengerti. di antara pisaupisau kertas
menyiletku pada setiap
subuh, lagi dan lagi
aku membalas sengkarut keasinganmu
di bulan kedua seusai
helat yang tak pernah kudatangi bersama karena
kelaminku patah,
aku tak berkata apaapa selain tekateki
kau (dan aku) buat di persimpangan waktu
pada cagak sulursulur nafas
berbata. "bukankah nama-nama terkadang hanya
mengganggu ketulusan saja?"
sungguh, jika kau tahu, telah kujawab tekateki
paling misteri sekali pun
karena aku lahir dari rahasia paling nyata di rembang siang.
dan perempuan kupukupumu kupahat jadi luruh
karena pertemuan tubuh bukan milik katakata.
maka kujelajahi padang pengembaraanmu lewat
udara, kaba bujang tua, sajak negeri kekasih, dan lelaki kupu
yang kuajak pulang ke ranjang paling dalam setiap malam.
"hingga saat musim
kepergian tiba, kita kan selalu menoleh pada
kesenangan. dan pada saatnya, kita
kan kembali menjemput jejak-jejak itu."

aku membacamu pada orasi jumat asing saat pintu milik ibu
paling tabu
menganga dan aku menyelam ke kedalamannya,
dan itu enam belas tahun yang lalu
sebelum perjumpaan kita kini,
"semoga menemu sesuatu. atau tak
sama sekali."
tidakkah
kau menghitung tanggal pada almanak? sungguh
angkaangka milik masa
selisih usia kelahiran kita
dan siapa pun tak pernah menduga kau kawan dari rahim yang
berbeda. kau mengada air membulir sedangkan aku
angin yang memiuh
pada badai perang yang menggerumus
kubur terakhirmu
"sebut sajalah kita dua pengembara yang tengah berjalan dari
padang ke padang. mungkin satu
saat berpapasan, bersalaman, lalu melambai lagi.
bukankah begitu hidup?"
ah! bukankah kita layak serupa pengembara yang senang
bertegur sapa? malam adalah permainan
kita yang paling maha. kalimat sakit bagi
alamat luka yang belum
selesai kau lukis pada kanvas
sajaksajakmu.

dahulu, rasianku sempat pulang kampung
ke kota kecilmu payakumbuh
"tapi sayang hamka sudah tak ada."
sajaksajak kian penuh duga dan rahsia.

aku tahu,
kau ingin aku tak menemumu
o, sungguh!
maka kurawi bulirbulir debu dalam doa
nafas hurufhurufmu hingga jengang
kau mengabitku dalam sajak luka atau kunangkunang
pada relrel kereta
pada pagi sapa bergelimun udara beku
di kotaku dan sebelum pertemuan ranap serupa
ikanikan yang mengacar perjalanan, kekasih, atau luka
maka telah kutandai kelahiran kita
dikala hujan melapih kenangan tentang konon,
agar jejakjejak dapat kau utaskan di ujung
pulau paling igau
pada jarak yang sengaja kaubuat untukku
(padahal akan kubangun ranah sedarah)
kembali pada rahimku paling abadi dari janji
ketika aku pulang ke rumah

bumi singgah,
2007

________________________

Label: