Jumat, 28 Maret 2008
Pengembara Sesat dan Rumah Tua
aku hidup pada halaman rumah yang pintunya tertutup kadang ia setengah membuka tapi aku selalu ragu jika kau masuk ke dalamnya padahal sungguh betapa ingin aku menjamu kalian sedang yang kupunya hanya sedikit kue dan jamuan betapa tak cukup untuk perut sendiri “nikmat tak akan habis jika dibagi” begitu kata seorang sufi siapa yang sudi membaca buku catatan setengah terbuka yang tergeletak di meja lapuk itu aku tak ingin lagi menuliskan sesuatu dengan airmata kecengengan dan sisa dendam, nyala dendam yang membuatku selalu padam patah jadi arang seperti juga dendam, dusta membuatku ingin berlari jauh demi mencari jawaban sederhana tolong, bawalah aku ke jalan yang sebenarnya sebab gang-gang sempit di depan rumah tak cukup lagi menampung langkah gelisah rumah akan membawa kita kemana? kemana kita akan membawa rumah? rumah hanya untuk diam sedang setiap gerak berada di jalan ah tidak, tanpa rumah yang berdiri dalam ingatan aku takkan sanggup bertahan di jalanan tapi, bagaimana kau bisa bertahan di jalan ramai sedang di gang sempit ini setiap rambu tak kau tau atau ciptakanlah jalan di dalam rumah dan sebuah jendela untuk menekuri orang-orang yang lewat tanpa perlu kau ingat memang aku selalu berjalan di dua arah tapi sejak kapan aku terbelah menjadi dua? yang satu tak henti bersiap di halaman depan dan satunya lagi tak kunjung bosan bermain di kebun gelap halaman belakang tapi jalan dalam rumah selalu membuatku tersesat ke tempat sampah di sudut dapur. dapur itu, ibu, betapa rentan ia terbakar sebab aku yang pandir tak pintar menjaga tungku api. bila suatu saat dapur terbakar aku akan cepat-cepat berlari ke kamar mandi dan akan selalu kuingat sebuah pepatah berharga dari masa kanak-kanak: “hidup adalah petualangan yang panjang” Jakarta, 11 Maret 2008 Label: Ridwan Munawar |
posted by danaupuisi at 14.55
